Minggu, 19 Oktober 2008

Erl : Pertarungan Pertama (I)

PERTARUNGAN PERTAMA

Erl tengah memperhatikan lawan bertarungnya dengan sangat teliti dan seksama, dari ujung kaki hingga ujung rambut tidak lepas dari pengamatan mata Erl yang setajam elang memperhatikan sikap sang lawan. Ini adalah pertarungan hidup mati pertamanya. Ujian pertamanya, yang akan menentukan hidup mati dirinya. Sejak pertama bertemu dengan lawannya, Erl sudah merasakan aura tajam yang menusuk, hawa pertarungan yang jelas dan mengancam jika 2 orang bangsa petarung bertemu dan akan menjadi satu pertemuan yang mematikan. Ya, pertemuan dan satu pertarungan, satu lawan satu, sampai salah seorang diantara mereka mati.

Sikap tubuh Erl tampak tegang, dengan sikap tubuh semi defensif seperti itu, jelas Erl sangat berhati-hati terhadap serangan yang segera dilancarkan lawannya. Kaki kiri Erl maju 3 langkah di depan kaki kanan dengan sikap tubuh miring 45 derajat, kedua kaki agak sedikit tertekuk dan berat lebih diarahkan pada kaki kanan sebagai tumpuan. Kedua tangan Erl saling silang, dengan tangan kiri mengepal di depan perut, dan tangan kanan di depan dada. Ini adalah sikap kuda-kuda pada kebanyakan seni beladiri, dimana seluruh tubuh dipersiapkan untuk menyerang sekaligus bertahan. Juga sebagai sikap 2-1, yaitu memberikan serangan balik kepada lawan dengan cepat setelah menangkis atau menghidari pukulan atau tendangan.

Demi melihat sikap tubuh Erl, Ghar -begitu lawan Erl menyebut namanya- sedikit memandang remeh pada Erl, maklumlah, sikap tubuh demikian bukanlah sikap rohan kawakan. Rohan yang telah berpengalaman dalam pertempuran dan pertarungan, lebih memilih salah satu sifat dari sikap tubuh, yaitu sikap offensif atau defensif. Hal tersebut didasarkan bahwa mereka sangat mengetahui kemampuan diri sendiri, serta dapat melihat dan menilai dengan pasti kemampuan lawan mereka. Sehingga dengan demikian, dapat dengan segera menaksir, apakah dalam kontak awal akan bertahan atau menyerang. Sikap seperti yang ditunjukkan Erl lebih kepada sikap ragu-ragu, baik terhadap kekuatan sendiri, ataupun penilaian terhadap kemampuan lawan, sikap para petarung pemula.

Ghar saat ini adalah sikap menyerang, menunggu saat yang tepat ketika satu serangan akan dilanjarkannya untuk mengoyak pertahanann Erl, dan kemudian satu pukulan untuk melumpuhkan pusat kekuatan dan pukulan terakhir akan menamatkan jiwa Erl, dan akhirnya, kalung besi penanda di leher Erl dapat direbutnya. Demikian pikiran yang sedang berkecamuk dalam otak Ghar.

Saat itu Erl tengah terkonsentrasi terhadap hawa tajam yang tiba-tiba bangkit seperti menusuk dadanya, meninggalkan sentakan yang bagai meremas jantung, ketika dirasakannya satu tusukan tangan tengah menerobos double cover kedua tangan Erl.

"SLAPPP...",

Sontak Erl tersadar dari sentakan tadi, kedua tangannya disilangkan merapat ke depan dada dengan jari-jari membuka dari kepalan, menghalau tusukan yang datang. Namun sedikit terlambat, tusukan tangan terbuka dari Ghar telah sampai pada bergelangan tangan, 3 jari lagi tentu akan menyentuh dadanya. Jika itu terjadi, maka tusukan tangan tersebut dapat saja menancap di dadanya dan mematikannya seketika itu juga, kalaupun tidak dapat membuatnya terluka sangat parah.

Sadar dengan resiko yang dapat menderanya, secara reflek Erl menggeser titik serangan Ghar ke kiri, mengambil selangkah mundur dengan kaki kiri, dan memindahkan beban berat badan ke kaki kanan sebagai tumpuan, dengan demikian Erl dapat merapatkan diri dengan Ghar.

Secara teori, dalam keadaan sikap tubuh menyerang, Ghar tidak mungkin lagi menyerang Erl ketika tubuh Erl berbalik mendekatinya. Namun ternyata, terjadi hal yang diluar dugaan Erl. Serangan Ghar tidak biasa, tidak seperti kebanyakan pukulan yang dilakukan segaris atara gerakan tangan dan kaki. Ghar melakukan dengan berlawanan, ketika pukulan tangan kanan dilakuan, kaki kiri melangkah ke depan, lazimnya pukulan tersebut jadi kurang bertenaga, dan memang demikianlah halnya. Erl berhasil menggeser pukulan Ghar ke titik kosong di kiri tubuhnya.

Tubuh Erl bagai tersengat petir, bahu kanannya tersengat siku Ghar yang meluncur memberikan hajaran telak. Sikutan itu sangat cepat datangnya, dan tidak sempat diantisipasi Erl dengan satu pertahanan, satu-satunya kesempatan adalah melepaskan kuncian pada tangan kanan Ghar, kemudian menurunkan dan melemaskan bahu kanan selemas mungkin, untuk mengurangi cidera patah tulang pada bahunya. Namun tetap saja, rasa ngilu yang menggigit sampai ke ujung saraf otaknya membuat Erl meringis menahan sakit, bahu kanannya sekaligus baal sesaat saking nyeri dan ngilunya.

Akibat sikutan Ghar, tubuh Erl terseret dua kaki ke belakang, pertahanannya tergempur habis. Di tengah rasa sakit yang masih menderanya, sebuah tendangan penghancur lutut telah mengarah pada kaki kirinya, sedangkan paha kanannya juga tiba-tiba terasa tertusuk sebilah pisau. Jika saja tendangan Ghar mengena, seketika itu juga tempurung lutut Erl akan hancur, dan artinya, tamatlah sudah dirinya.

Untunglah, latihan keras bertahun-tahun yang dijalani Erl menuntun refleknya secara otomatis. Sekejap, tubuh Erl telah bergeser ke kanan, bergulingan di atas tanah berbatu keras dan belumuran debu. Erl akhirnya sadar, bertarung dalam jarak dekat tanpa tau cara bertarung lawan baginya sama dengan bunuh diri. Saat ini, Ghar baginya merupakan lawan yang sangat berat. Bagi Erl, kekuatan, kecepatan dan pengalaman yang dimiliki Ghar mejadikannya tampak menang segala-galanya di mata Erl.

Sekali lagi Erl bergulingan ketika sebuah tendangan cangkul Ghar mengarah ke kepalanya.

"DHUAAGG...",

Suara keras diliputi mengepulnya tanah debu serta serpihan-serpihan batu yang terhajar tendangan cangkul Ghar.

Tidak ada komentar: